‘besok sudah lebaran, bas, kapan
pulang?’
‘lusa. aku usahakan.’
‘lebaran ke-dua? bapak menunggumu
untuk sholat Ied bersama.’
‘bilang bapak, aku tak bisa.’
‘mampir rumah eyang?’
‘mungkin tidak. waktunya terlalu
sempit.’
‘baiklah. kau letih?’
‘mmm..’
‘oke, besok aku telpon.’
‘ya.’
klik.
begitu saja. pembicaraan kami terputus
begitu saja. sejak bas berdinas di luar kota, komunikasi kami praktis hanya
melalui telpon. ia tak mau repot dengan messenger atau email atau sms di
handphonenya. bas seperti tertimbun dalam dunia kerjanya.
***
‘kubuatkan air panas ya,’ kataku
menyambut bas yang baru saja memasuki rumah. ia tampak begitu letih, tak
bersemangat, dan langsung membuang diri di atas tempat tidur. kulepaskan sepatu
yang masih menempel di kakinya.
‘setelah mandi, kau tidurlah dulu.’ ia
mengangguk. aku tak berani mengganggunya lagi. bas tak suka wanita yang
membantah. di keluarganya besarnya bas adalah raja. semua orang menurut
padanya. termasuk juga aku. sang menantu yang begitu patuh pada suaminya.
‘airnya sudah siap, bas.’
tanpa membalas perkataanku ia langsung
menuju kamar mandi. kupunguti pakaian yang berserakan di lantai.
bib.
handphone bas bergetar.
dita.
siapa dita? aku tak pernah mendengar
namanya. bas tak suka bila aku mengangkat telponnya. tapi benda itu terus saja
bergetar. saat hendak kuangkat, mati.
bib. kembali.
pesan masuk.
dari dita.
tiba-tiba penglihatanku mulai samar.
***
‘sejak kapan, bas?’
ia menarik nafas. ‘tiga bulan.’
‘kau mencintainya?’
‘tak penting buatmu.’
‘bisakah kau meninggalkannya?’
‘bukan sekarang saatnya. dia hamil.’
‘kalau begitu, ceraikan aku.’
‘bicara apa kau. apa kata bapak dan
ibuku? keluarga besarku?’
‘tapi aku tak bisa memberi anak
buatmu. kalau perempuan itu bisa memberimu keturunan, biarkan dia yang
menggantikan posisiku.’
‘tak perlu dibahas.’
‘tak perlu kau bilang? kau bahkan tak
bertanya bagaimana perasaanku? aku mencintaimu, bas. pilih dia atau aku?’
‘mas.’ suara wanita di ujung sana.
‘aku repot. nanti kutelpon. jangan
pernah bermimpi tentang perceraian. tak akan pernah kukabulkan.’
klik.
aku menangis sejadinya. bas takkan
bisa memutuskan pilihan. dita hanyalah seorang wanita penghibur. dan aku? apa
yang bisa kulakukan? seluruh keluargaku hidup dari belas kasihan keluarga
besarnya. apa jadinya bila aku memilih berpisah dengannya?
karbon cerita dari lapak saya @kompasiana
Komentar